Angkat Dagumu dengan Sempurna, Boy!

10.28

Di umur yang fana ini, disekitar berjalan diatas duri bahkan melompati lautan adalah hal biasa. Sampai sekarang leherku masih tergantung pada tali magic ber-asas-kan orang tua. Di leher ini diikat erat dengan tali tambang yang hampir putus karena uzurnya usia tali, setara dengan jumlah umurku. Bahkan tali itu membuatku bisa berdiri tegak,  setegak mendongkakkan kepala diatas mereka, wahai orang-orang yang kurang beruntung. Tali itu seolah tulang punggung, meluruskan yang lemah. Menegakkan. Akhirnya aku sadar, aku tegak bukan karena "aku", tetapi karena tali itu. Aku ternyata serapuh itu. 

Sudah saatnya aku berhijrah ke pulau sumatra berenang dengan tangan dan kakiku, sudah saatnya aku melewati hutan dengan pedangku, sudah saatnya aku memanen padi dengan keringatku. Setelah semua yang kulakukan selama ini, aku hanya bangga pada tali itu, bukan bangga atas "aku". Untuk berdiri, aku hanya melihat orang-orang itu. Dengan tangkasnya otakku meniru hal yang tabu, tapi yakin akan berlabuh. Mereka terlatih, tak sepertiku. Leherku masih terbiasa tergantung, yang badanku tak mampu menahan kepalaku sendiri. Dalam anganku, kakiku berjalan diatas kain merah dibentangkan lurus ke arah kursi berlapis emas. Dikanan kiriku banyak lelaki berpedang berbaris dengan rapinya menyambut. Seorang perempuan menunggu sebelah kursi emas itu, sayangku. Badanku mulai tegak berjalan, karisma terpancar, dagu terangkat sempurna. Tanpa tali di leherku.

You Might Also Like

0 komentar