Where the soul of ambisious is getting started?

17.48

Di usia ini, bahkan aku baru menyadari ada sebuah stepping stone besar yang akhirnya mengubah hidup menjadi so much wonderful and full of colors. Sesuatu kejadian yang tidak pernah terlupakan itu, hanyalah sebuah perkara kecil yang dilakukan banyak anak kecil di saat duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar. 

Bermula dari kantor Bapak yang mengadakan lomba 17 Agustusan, di sebuah hall yang sangat besar bernama Puri Makutoromo, kota Salatiga. Kantor bapakku berkumpul untuk mengadakan acara dalam skala regional yaitu Jateng dan DIY. Tidak tahu pastinya berapa, namun kira-kira sekitar 700 orang menghadiri acara besar tersebut, ditambah dengan lomba-lomba yang biasa ada di lomba tujuh belas agustusan. 

Sebagai gambaran, Taufik Fitriyanto kelas 3 SD adalah seorang yang totally nerd, kecil, dan agak songong. Sampai sekarang pun tidak berubah sifatnya, menyebalkan. Itulah kenapa I am kind of a bulliable-enough kid. Bullied is my daily meal. Biasa saja, tidak pernah sakit hati atau mungkin minder atau takut. Malah makin songong. Dia adalah anak kecil yang tidak seperti anak kecil lainnya, malah sangat berbeda. Keberadaannya di dunia sosial seolah tak pernah dianggap, atau lebih mudahnya gagal di kehidupan sosial. Dia memiliki dunia nya sendiri, menghabiskan waktu belasan jam untuk memikirkan sesuatu hal yang tidak penting untuk anak seusia nya. Bahkan, kelas satu SD pun sudah sangat visioner yaitu sudah memikirkan 20 tahun mendatang akan menikah dengan seseorang yang tidak perlu disebut namanya, serta sudah merencakan memiliki anak kembar yang entah kenapa bernama Sandy dan Randy. Dan dua nama tersebut malah sekarang adalah orang yang berada di closest circle in my life.

Look alike, bedanya ga pake kacamata.

Anyway aku punya foto dengan pose yang sama dan penampilan yang kurang lebih sama dan potongan rambut yang sama, di depan lemari pas mau berangkat les. Dan itu foto kelas 3 SD juga, so I need to find it again. Nanti dirumah mau ngubek-ngubek album foto, ah!

Beberapa opsi yang ada finally pilihanku jatuh ke lomba balap kelereng yang diletakkan diatas sendok sambil digigit. Sebagai anak SD, tidak ada yang spesial untuk mengikuti lomba tujuh belasan, apalagi hanya lomba kelereng. Sama sekali tidak spesial, dude! Persiapan seminggu, iya seminggu aku mempersiapkan berbagai macam strategi untuk memenangkan lomba balap kelereng. Cukup random kalau dipikir-pikir, kenapa cuman lomba balap kelereng aku mempersiapkannya dengan matang?

Sebelumnya tak pernah terpikir untuk ikut lomba, seolah gak penting. Bahkan apa sih fungsinya lomba itu? Balap kelereng, pula? Tapi entah kenapa aku mempersiapkan beberapa strategi memang aku rancang dan aku lakukan sendiri tanpa bantuan siapapun. 

Dude, for the sake of God, why the hell is this kid was going to do unimportant thing?

Pertama, mencari berbagai macam sendok makan yang berbeda ukuran dan berbeda bahan. Ada sendok plastik, stainless steel atau bahkan sendok bebek. Kedua, mencari lokasi yang berbeda konturnya misalnya jalanan berbatu, jalanan aspal, jalanan rata dan jalanan yang masih tanah asli. Ketiga, mencari hambatan. Misalnya kursi yang ditata agar kita berjalan zigzag. Keempat, sebagai preemptive action aku juga berlatih menggunakan kelereng dengan berbagai macam ukuran.

Kebayang kan gimana ribetnya, bahkan untuk hal yang sepele, mungkin sangat tidak berarti bagi orang lain. Pastinya ada alasan kenapa aku mempersiapkan semua hal itu, karena aku belum pernah ikut lomba dan belum tahu medan perang nya seperti apa. Medan perangnya terdiri dari beberapa aspek utama yaitu sendok, kelereng, lokasi, dan hambatan. Untuk meningkatkan probability kemenangan, itulah kenapa aku mempersiapkan itu semua. Selain mempersiapkan itu semua pastinya latihan rutin adalah suatu keharusan.

Akhirnya pada hari H semua persiapan dan latihan sudah selesai. Peserta lomba kurang lebih 100 anak dari berbagai penjuru Jateng dan DIY. Aku sengaja keluar dari gedung melihat venue dimana pertempuran dilakukan. Lapangan yang luas itu memang agak sulit untuk dicari, namun sebuah meja bertuliskan "Lomba Balap Kelereng" mencerahkan pemikiranku. Ternyata venue nya tidak sesulit yang telah aku persipakan, hanya di sebuah lapangan yang lantainya sudah aspal dan tidak ada rintangan. Disitu aku merasa mungkin ini menjadi sebuah gambling, dimana setiap orang pasti bisa melewatinya. 

Jadi proses perlombaan ini adalah sistem gugur, dimana lombanya dilakukan setiap 5 orang. Dua terbaik setiap pertandingan akan maju ke babak selanjutnya, hingga akhirnya aku selalu menempati posisi pertama. Setelah beberapa kali pertandingan dibawah panas matahari, akhirnya melenggang ke final. Sampai, aku menjadi juara. 

Itu adalah trophy pertama yang aku dapatkan. Pertama kali memegang piala seolah-olah memenangkan lomba debat bahasa inggris sedunia. Waktu itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, bahkan saat dipanggil ke depan untuk penyerahan trophy dan hadiah pun dengan percaya dirinya berjalan dengan melihat ratusan orang di depanku dan bertepuk tangan. Menjadi artis sehari, tak apalah. Selain itu juga semua mata seolah-olah tertuju padaku. Karena biasanya, bahkan dilihat pun tidak.

Aku hanya tahu bahwa menang lomba adalah hal baik. Dan menyenangkan, karena banyak dapat hadiah, dan perhatian. 

Being in the center of attention in a good thing, is a good thing right?

Semenjak itu, karena banyaknya manfaat aku menjadi sering mengikuti lomba-lomba selanjutnya yang ada di desaku atau desa sebelah. Setiap tahun selalu menang, bahkan lebih parahnya lagi misal dari 7 lomba, 5 diantaranya aku juara satu. Ambisius sekali kawan. Hingga akhirnya, sampai sekarang mengkoleksi piala. Dan piala itu berasal dari berbagai macam lomba, so it was so colorful! Gak monoton lomba itu-itu aja. Meskipun piala beberapa piala hilang atau ada beberapa yang patah atau beberapa yang rusak atau beberapa juga tidak ada pialanya, tapi value nya hingga sekarang masih ada.

Yang tidak berubah dari Taufik Fitriyanto yang dulu hingga sekarang adalah well-prepared. Semenjak kuliah, tidak terlalu banyak mengikuti lomba meskipun lebih dari sepuluh sih. Karena banyaknya tugas kuliah sehingga memang tidak sempat atau tidak menemukan team yang cocok untuk lomba, biasanya lomba yang personal. Kedewasaan cukup mempengaruhi, aku memfilter beberapa perlombaan yang akan diikuti karena pastinya melelahkan. Still ambitious, but leveling up the elegance. Toh perlombaan kecil-kecilan tidak akan bernilai apa-apa di CV, cukup mencantumkan beberapa yang terbaik dan terkenal saja. Daripada membuang banyak waktu, I decide just mengikuti lomba yang skala cukup besar.

Keunikan dari lomba-lomba yang ditawarkan di perkuliahan adalah perbedaan karakter setiap lomba. Perbedaan culture dari setiap perusahaan yang mengadakan lomba mempengaruhi parameter lomba yang ada. Aku selalu melakukan deep research pada setiap lomba yang aku ikuti, dari karakter perusahaan hingga pattern dari pemenang beberapa tahun sebelumnya. Deep research membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sekitar seminggu atau kadang lebih. Ditambah membuat persyaratan yang dilakukan untuk lomba, karena ke-perfeksionisan yang ada, alhasil membutuhkan waktu yang lama juga. Karena aku tidak mau asal-asalan ikut lomba, atau ikut lomba yang asal-asalan. So, I always do my best!

Benang merah telah ditemukan, dari sebuah lomba balap kelereng, hingga banyak lomba-lomba yang mengubah pandangan hidup, persahabatan, atau standard kehidupan. Mungkin dulu kalau tidak pernah mengikuti lomba balap kelereng, tidak akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa seperti sekarang ini. All I can do just saying Alhamdulilah. 

This post is built by curiousity where my ambitious has just begun. I have been thinking heavily to figure it out where is everything just started.

You Might Also Like

1 komentar

  1. 👌🏻 well done dude... I like the way you bring the story goes on

    BalasHapus