Day 1: 21 September 2015
07:00
Setelah semalam sebelumnya diminta untuk mengisi Parallel Session yang disediakan oleh panitia, kami diharuskan mengisi 1 form. Parallel Session adalah sebuah sesi yang terbagi dalam beberapa topik pada setiap sesinya. Dalam Pre Event ini ada 3 sesi, dibawah ini adalah list sessionnya:
Sesi 1: Child-Friendly City
Sesi 2: Youth Leadership in Disaster and Beyond
Sesi 3: Investing in Youth Initiatives(Financing Mechanism)
Sesi 4: Youth Civic Media Training
Sesi 5: Data Innovation and Inclusive Cities
Sesi 6: Participatory Public Space/Infrastructure Design
Sesi 7: Innovating Our Way out of Traffic Jam
Sesi 8: Toward Socially Responsible Real Estate Development
Sesi 9: Out of The Box Urban Policy(or Dialogue with Mayor)
Sesi 10: Youth Led Waste Management
Dilanjutkan dengan sarapan bersama teman-teman lainnya.
08:00
Kami dikumpulkan di Plenary Hall, kak Melanie Tedja(Alumni Fasilkom UI & Monash University) sebagai MC nya. Ternyata kak Mel! Kak Mel dulunya debater kondang UI yang pernah menjadi pembicara saat inagurasi EDS UI 2013. Sempit banget dunia ini, ketemu dia lagi!
Pembukaannya kami diminta untuk berdiri semua. Karena kami berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, kami pertama-tama menyanyikan lagu Indonesia Raya. Cukup merinding sih, karena Kak Mel minta kita untuk menghayati tiap lirik yang ada di layar monitor. Waktu itu aku bersebelahan dengan Karim, Ichwan(UNSYIAH 2012) dan Rama(UNSYIAH 2012). Setelah sedikit perkenalan dan relaxing pada acara pertama, kami dituntun untuk menuju acara inti.
09:00
Bapak Wicaksono Sarosa memberikan penjelasan mengenai Urban Development kali ini yang inline dengan Millennium Development Golds. Namun karena expiry date dari Millennium Development Goals yang sudah hampir selesai(Akhir 2015) maka sudah dicanangkan kembali Sustainable Development Goals. Jujur saja, untuk SDC aku baru tahu karena memang sudah lama tidak mengikuti perkembangan MDG. Intinya SDG merupakan pengembangan ekonomi dengan goals yang lebih banyak dari MDG, yaitu 17.
Selain itu kami di berikan urgensinya, karena kami adalah pemuda yang akan mengalami Bonus Demografi yang akan terjadi di Indonesia sekitar 2020. Untuk Bonus Demografi sendiri aku sudah cukup paham karena dulu pernah mengikuti kajian yang di selenggarakan di FE UI dan di presentasikan langsung oleh penelitinya yaitu salah satu Guru Besar FE UI. Bonus Demografi adalah suatu kondisi dimana penduduk suatu negara didominasi oleh pemuda produktif serta belum memiliki penduduk lansia yang banyak. Di dalam bonus demografi terdapat reversed result karena apabila dimanfaatkan dengan baik maka akan berdampak besar terhadap perekonomian bangsa, namun apabila kita lalai maka akan menjadi boomerang untuk kita. Maka dari itu, hingga saat ini banyak sekali dibentuk organisasi pemuda yang diharapkan menjadi tonggak saat Bonus Demografi ini terjadi. Disini generasi Y sedang dipersiapkan untuk berperan aktif untuk "menyelamatkan" bangsa dalam kekurangan yang ada.
11:00
Aku memilih sesi Investing in Youth Initiatives(Financing Mechanism). Disini setiap sesi terdiri dari 38 orang, kami dibagi dalam 3 kelompok. Di dalam kelompok, kami merumuskan SocialPreneur. Nama perusahaanya adalah Urban Waste Hub. Proposal kami mengumpulkan sampah yang akan didaur ulang menjadi kerajinan tangan oleh penduduk lokal. Rumusan yang kami buat berisi mengenai:
1. Business and Media of region
2. Find Financial
3. Target Market
Ide kami dapat menyelesaikan sampah yang tidak dapat didaur ulang dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Mencantumkan nama "Hub" juga merupakan salah satu keinginan kami untuk bisa berekspansi ke seluruh wilayah Indonesia.
14:00
Aku memilih Data Innovation and Inclusive cities. Kami diwajubkan menjawab pertanyaan pada setiap kelompok, kebetulan pertanyaan pada kelompok kami adalah "How could youth be participate in building Inclusive city?". Kami pun sekelompok setuju membuat Youth movement dengan cara membentuk sebuah forum anak muda dengan memanfaatkan social media yang ada. Untuk menjadikan inclusive city, perlu beberapa kajian dan strategi khusus mengingat Indonesia masih jauh pengelolaan kotanya untuk menjadi inclusive city. Adapun indikator mengenai Inclusive city yaitu Equal Opportunities terhadap:
a. Housing
b. Jobs
c. Security and Crime
d. Health
e. etc.
Gerakan yang kami tawarkan dengan cara pemuda diharapkan mampu berperan aktif untuk mencari kekurangan yang ada dikotanya. Setelah itu kekurangan tersebut dapat dilaporkan kepada Youth movement untuk dilakukan analisa, dapat dilaporkan melalui social media. Analisa tersebut kami gunakan untuk membuat sebuah proposal perbaikan kepada pemerintah kota atas nama Youth movement.
Kami mempresentasikan dan tanya jawab degan kelompok lain, hal itu dilakukan untuk melakukan perbaikan-perbaikan agar nantinya bisa dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien.
Selesainya acara forum, akhirnya kami seperti biasa dikumpulkan di Hall. Ternyata oh ternyata, panitia baik juga. Mereka tahu kalau kami semua lelah dan pusing. Tak disangka panitia mengundang Cak Lontong sebagai penghibur kami.
Lelah seharian berkutat buat mikir dan presentasi, saatnya refreshing! Saat yang ditunggu-tunggu guys. Biarpun mereka aktifis-aktifis ambi, tapi mereka ga kalah asyik juga buat diajakin jalan atau ngobrol masalah-masalah yang nyerempet ke arah-arah yang beyond imaginations.
Selesainya sesi itu kami langsung mandi dan makan malam.
Day 2: 22 September 2015
Karena janjian dengan Sandi(FTI ITB 13) untuk renang jam 7, maka aku bergegas ke swimming pool yang ada di lantai 3. Malam itu, aku ditemani Rahmat yang akhirnya dia menginap dikamarku sehingga Rahmat aku ajak sekalian ke swimming pool. Ternyata disitu ada Sintia, Bela, dan . Akhirnya kami cuman foto-foto. LOL skip.
Towards Socially Responsible Real Estate Development.
Disini kami berdiskusi mengenai beberapa cara ampuh dari Developer kelas kakap dalam "menggusur" beberapa orang yang sudah tinggal lama di tanah yang akan di develop itu. Pastinya sangat sulit untuk memindahkan segelintir warga yang sudah bertahun-tahun atau bahkan sudah dari leluhur-leluhurnya tinggal disitu. Hal ini adalah issue sensitif yang sering menyebabkan pergolakan antar warga dengan developer, disini kami diberikan solusi jitu untuk mengatasinya.
1. Melibatkan warga asli dalam sebuah Real Estate. Secara tidak langsung menyediakan tempat didalam sebuah Real Estate namun agak tersembunyi dari hingar bingar main real estate(perumahan paling elit di dalam suatu komplek). Dengan begitu, warga bersedia dipindahkan asal tidak pindah dari "kampung" tersebut. Secara psikologis hal ini menenangkan kekhawatiran warga terhadap sulitnya mencari rumah baru di daerah Jakarta.
2. Melibatkan warga dalam pekerjaannya. Seperti satpam yang diambil dari warga daerah tersebut. Warga secara psikologis merasa dihargai keberadaannya karena dilibatkan dalam pengelolaan Real Estate tersebut.
Sekitar 3 jam setiap session memberikan ku banyak sekali pelajaran-pelajaran berharga. Tidak hanya dari segi konten materi, namun juga seperti menghargai pendapat orang lain maupun berusaha untuk tidak mendominasi dalam suatu kelompok. Sulit memang, biasa mahasiswa UI yang selalu banyak cakap dan mendominasi diharuskan sedikit mengontrol keinginan itu demi kemaslahatan bersama. Semoga, bulan depan semua lancar dan sesuai harapan. See you All!
- 17.24
- 0 Comments