Meet up dengan kawan di Negeri Kincir Angin
20.56
“Lus….”
“Udah dimanaa?”
Itulah tulisan wasappku kepada temanku. Dia berencana
berangkat ke Amsterdam pukul 06:00. Tetapi ternyata di Enschede(sebuah kota di
Belanda) ada perbaikan jalur atau gimana gitu. Sehingga dia baru sampai di
Amsterdam Central Station pada pukul 12:00.
Ilus adalah temanku yang saat ini kuliah Undergraduate di
Saxion University. Jurusan yang dia ambil pun aku lupa, ya pokoknya dia
peminatan di programming. Letak Saxion University memang berada di Enschede,
yang sudah hampir di perbatasan Belanda dengan Jerman.
Saat itu aku juga janji dengan Majid untuk ke kota bersama,
namun ternyata ia bangun kesiangan. Beberapa kali aku wasapp namun ia tak membalasnya,
malahan last seen nya adalah pukul 03:31 dini hari. What is he doing juga kurang
tau sampai jam segitu.
Pukul 11:00 hujan turun.
“Bagaimana ini?”, pikirku sambil menengadahkan tangan di
depan balkon untuk memastikan hujan tidak terlalu deras. Namun ternyata hujan
turun sangat deras. Karena aku sudah janji, mau tidak mau aku menerobos hujan
itu dengan penutup kepala jaketku. Sambil melihat weather check yang ada di
HPku ternyata suhunya 13 derajat celsius!
Di area apartemen yang masih hujan
Saat didalam tram
Sudut kota Amsterdam dari tram
Sudut kota Amsterdam dari tram
Boyolali, tempat tinggalku saja yang berada dibawah kaki
gunung merbabu tidak sedingin ini. Ternyata kota metropolitan ini jauh lebih
dingin! Padahal kan saat ini sedang summer. Gak akan kebayang bagaimana
dinginnya winter di Amsterdam. Selain itu juga banyak orang bilang bahwa
Amsterdam sangat cepat dalam perubahan cuaca. Seperti hari sebelumnya yang
sangat panas dan terang benderang, ternyata keesokan harinya bisa menjadi hujan
deras dan sangat dingin. Bahkan hal ini sudah menjadi pembicaraanku dengan
Majid bahwa Weather in Amsterdam drastically changes. Meskipun ia sudah
terbiasa dengan kondisi ini, karena katanya di UK jauh lebih dingin dan lebih
ekstrim. Bagi orang Indonesia sepertiku yang biasanya dimanjakan dengan hangatnya
sang mentari dari pagi hingga sore pada saat Dry Season seperti ini, sangat butuh
adaptasi yang lebih cepat untuk menerima kondisi cuaca disini. Untungnya
meskipun summer tetapi aku bawa banyak jaket, karena sebelum berangkat ke
Belanda aku sudah memasang weather check yang sudah dipindahkan ke posisi
Amsterdam. Dan tren yang terjadi selama hampir sebulan terakhir bahwa di Amsterdam
suhunya sekitar 15 hingga 20 derajat celsius. Sebagai tips, mungkin trik
tersebut bisa digunakan sebelum bepergian ke luar negeri sebagai persiapan baju
yang akan dibawa.
Sesampainya di Amsterdam Central Station aku langsung
menghubungi Ilus serta memberikan location. Karena saat itu aku menggunakan
jaket yang ada hoodienya, dan hoodienya sedang aku pakai(karena dingin banget!)
dia bilang bahwa dia berada dibawah Jam dinding di main hall, padahal aku juga
disitu! Setelah aku buka sambil memandang sekitar ternyata ia berada di
belakangku.
“Woiiiiii”, teriak kami berdua dengan muka sumringah. Akhirnya
kita bisa bertemu di negeri orang. Sambil jabat tangan dan tendang-tendangan
#eeehh maksudnya berpelukan ala pemain sepakbola yang baru mencetak gol di
akhir pertandingan. Setelah itu kita bingung mau kemana karena memang belum
merencanakan tempat-tempat yang akan kami tuju.
Akhirnya kami melakukan eksplor habis-habisan di wilayah Amsterdam
Central. Puas berfoto-foto di depan Amsterdam Central kami menuju ke Dam
Square, lalu menyusuri kanal-kanal yang belum pernah kami lewati.
Amsterdam Central Station
Amsterdam Central Station
Penampakan Ilus di Amsterdam Central Station
Foto di depan Dam Square
Foto di depan kanal
“Lus, udah makan belum?”, tanyaku sambil memegang perut yang
sudah tidak tahan menahan lapar.
“Belum nih, kak!”, ujarnya.
Lalu kita bingung mencari makanan yang halal, enak dan murah
pastinya. Setelah berbagai pertimbangan antara kebab, waffle, churros dan
kentang goreng maka pastilah kami milih kentang goreng. Selain murah juga
kenyang! Aku memesan ukuran large, ternyata ukuran large nya memang large. Kayaknya
itu kentang satu bungkus digoreng lalu dijual dengan ukuran large. Gede banget!
Aku aja heran itu gak habis-habis! Biarpun laper tapi kan gak gini-gini juga. Cuman
makan kentang yang gak pake saos. Hambar men! Abisnya kalau pake saus nambah
lagi harganya, jadi ya mending gak usah.
Makan kentang goreng untuk lunch didepan Red Light District
Sambil duduk dipinggir kanal ditemani burung-burung yang gak
tau namanya itu. Memandang orang-orang yang sedang tour naik perahu dan
ternyata disebrang kita ada beberapa jendela kaca yang ada orang didalamnya.
“Ehh itu orang ngapain?”, tanyaku.
“Waah gak tau”, ucap ilus sambil membuka google maps di
HPnya itu.
Jalan untuk keluar dari Red Light District
Ternyata itu adalah Red Light District. Tahu kan tempat
prostitusi yang terkenal seantero jagad raya itu ternyata di depan kita. Padahal
tidak ada tanda apapun disitu, dan seperti toko-toko lainnya pikir kami. Kami
pun segera bergegas untuk jalan-jalan lagi. Lalu kita berencana untuk ke tempat
yang ada tulisan “I amsterdam” yaitu di Rijk Museum. Jaraknya tidak jauh
mungkin sekitar 500 meter dari tempat yang kami singgahi tadi. Di jalan menuju
museum aku sudah membayangkan bakal foto-foto dengan berbagai macam sudut. Kalau
belum foto di depan tulisan “I amsterdam” berarti anggap saja belum pernah ke
Amsterdam, pikirku.
Sesampainya disana ternyata diluar ekspektasi. Ternyata
banyak sekali orang-orang yang sedang foto sambil naik-naik keatas tulisan itu.
Sudut kota sebelah Van Gogh Museum
“Kampungan banget ya lus mereka, kayak gak pernah ke
Amsterdam aja!”, ujarku kepada ilus. Padahal aku sendiri baru pertama kali ke
Amsterdam! *Langsung di serbu massa.
“Biarpun mereka kampungan, tapi aku pengen juga lus foto
kayak mereka!”, ucapku dengan jawaban ilus yang cuma hammm heemmm hammm heemmmm
aja.
Perjuanganku untuk foto naik-naik ke tulisan itu memang
lumayan lama. Pertama kami menunggu sambil berjalan-jalan sekitar, lalu
setengah jam kemudian ternyata masih belum sepi juga! Akhirnya aku memutuskan
untuk antri dibelakang tulisan. Daripada nanti cuacanya gak bagus kan fotonya
gak bagus juga! *alasan yang cukup logis.
Setelah giliran datang aku langsung naik di huruf T, kenapa
memilih huruf T ya karena T for Taufik, no longer for I amsTerdam. Akhirnya
meskipun ada ibu-ibu yang ikutan foto dibawah, berhasil juga bisa foto di tempat
ini. Tempat sakral bagi orang yang berkunjung ke Amsterdam.
Perjuangan menaiki tulisan I Amsterdam
Akhirnyaa
1....2.....3......
Disekitar tulisan I amsterdam tersebut ada beberapa tempat
spot yang bisa dikunjungi:
1.
Pasar yang saat itu sedang buka di depan tulisan
I amsterdam itu. Kurang tahu pastinya apakah memang itu dibuka setiap hari atau
cuman temporary.
2.
Taman di depan pasar.
3.
Taman di depan Rijk Museum.
4.
Museum Van Gogh.
5.
Science Center NEMO.
Taman di depan Rijk Museum
Karena setelah melihat pasar yang harganya sangat mahal maka
kami tidak membeli apapun, jadinya kami hanya duduk-duduk melihat disekitar
sambil memandang orang-orang foto didepan kolam dan di depan tulisan I
amsterdam itu.
“Lus, tadi aku lihat gedung modern yang asik”, sambil
menunjukan jalan kearah sana.
Pasar didepan Rijk Museum(Di belakang itu terdapat tulisan I amsterdam)
Jalan menuju Museum Van Gogh
Ternyata gedung tersebut adalah gedung Museum Van Gogh. Jadi
bentuk gedungnya itu cukup beragam, namun yang paling menyita perhatian adalah
gedung utamanya yang berbentuk seperti bath up kamar mandi. Lucu sih memang,
tapi kenapa bentuknya mirip bath up kamar mandi ya? This was a big question
that should be broken down afterall. Uniknya lagi untuk bagian bawah dari
gedung ini merupakan café-café yang berjejer dari berbagai sisi. Pastinya kita
tidak masuk café maupun museum itu. Karena disebelah museum Van Gogh ada gedung
yang unik lagi, maka kami kesana. Disana seperti tempat nongkrong yang mengikuti
aliran Go Green. Disatu sisi terdapat terasiring yang biasa digunakan untuk
melihat pemandangan sekitar, mungkin 15 meter dari tanah. Disekitar situ sangat
hijau bahkan bisa melihat Rijk Museum dari situ serta berbagai sudut kota
Amsterdam.
Museum Van Gogh
Museum Van Gogh
Tempat nongkrong diatas gedung Van Gogh
Pemandangan depan Museum Van Gogh
Pemandangan sekitar Museum Van Gogh
Setelah itu karena teriknya matahari kami berusaha untuk pergi
ketempat yang lebih teduh, yaitu Taman di depan Rijk Museum. Ditaman itu
terdapat beberapa Art yang mungkin hanya pembuatnya yang mengerti maksudnya. Misalnya
saja pancuran yang berbentuk aneh, berwarna warni. Dibagian bawah pancuran
terdapat kaki wanita jenjang yang hanya menggunakan rok pendek lalu diatasnya tidak
tahu itu bentuk apa.
“Mungkin ini salah satu bukti kebebasan berekspresi bagi
warga Amsterdam”, pikirku dalam hati sambil mencari kursi yang kosong.
Akhirnya kami hanya menemukan 1 kursi kosong tepat dibawah pohon
besar yang sepoi-sepoi. Enak banget! Akhirnya setelah mencari-cari lagi aku
menemukan 1 kursi yang berada di dekat 2 orang pakistan yang sedang mengobrol. Karena
udah capek dan panas, maka dengan segera aku mengambil kursi kosong itu.
“Haaaaaaaaaaaa”, itulah ekspresi mereka berdua sambil
menunjuk-nunjuk kearahku. Ekspresinya seperti melihat maling yang sedang
mengambil sesuatu yang berharga darinya.
Sekitar 3 detik ekspresinya belum hilang dan akupun langsung kaget
sambil memandang kearahnya.
“W w w w wha a a a t t t ‘s s s w w rong?”, sambil terbata-bata karena aku sendiri ikutan kaget melihat ekspresi mereka yang tidak wajar itu. Karena terlanjur memegang pegangan kursi maka
sambil takut-takut aku menatap mereka. Atau memang aku mencuri, mencuri hatinya
mungkin? #eaaa #skip. Dia dengan wajah shock nya itu sambil mengiyakan dan
tidak kenapa. Lalu aku ambil kursi itu untuk mencari tempat paling adem disitu
dengan pemandangan anak-anak kecil bermain air mancur. Dan kedua wanita itu
pergi setelah beberapa menit kemudian, dan cerita END! Masih terbayang muka
mereka berdua saat kaget itu, sampai saat ini men!
Sekitar setengah jam kami selesai beristirahat sambil
menghirup udara sepoi-sepoi maka Ilus mengajak kembali ketempat lain. Sayang
kan, di Amsterdam cuman duduk-duduk aja.
“Kak, ayo kita ke wilayah yang banyak kanal besar”, sampai
sekarangpun dia masih memanggilku kakak, padahal kan kita seumuran! Bahkan umur kami hanya terpaut beberapa hari, ya meskipun aku lebih dulu lahir tetap saja kami seumuran. Dasar!
Akhirnya setelah berjalan cukup jauh sampailah kami melewati
Amsterdam Central disisi sebelah kanan, disitu terdapat kanal yang sangat besar
dibandingkan kanal-kanal yang sebelumnya pernah kujejaki.
Foto Ilus di pinggir kanal
“That’s nice lus”, kami berjalan menyusuri kanal tersebut
bagaikan menyusuri pantai, angin yang kencang serta kanal yang luas. Beberapa
ratus meter didepan kami terdapat sebuah jembatan putih lalu aku bertanya
kepada ilus.
“Itu apa lus?”
“Itu jembatan kak, depannya ada Science Center NEMO. Nanti
kita naik kesana”, sambil menunjuk arah gedung yang cukup besar dipinggir kanal
yang terletak di seberang jembatan.
Gedung pinggir kanal menuju Science Center NEMO
Selfie diatas jembatan. Pardon my face!
Pemandangan dari jembatan
Pemandangan kanal yang luas
Foto di pinggir kanal
Selfie di atas Science Center NEMO, Asiikkk!
Pemandangan dari atas Science Center NEMO
Pardon our faces, tram menuju Apartemen
===
Sesampainya di apartemen kami langsung memasak Indomie, karena sepertinya Ilus sudah rindu sama masakan Indonesia, padahal kan gak ada seminggu lagi dia sudah bertandang ke Indonesia. Karena dari tadi siang sudah janji dengan Majid namun tercancel, maka Majid aku suruh datang ke Apartemen. Belanjaan kami segera kami bongkar, lalu kami berencana memasak macaroni pasta. Saya dan Majid kebetulan benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk memasak, sehingga Ilus lah sebagai seorang perantau yang seharusnya bisa masak.
Ilus di kamar
"Boring......."
"Boring......"
"Boring..........", keluh majid sambil memencet tombol berkali-kali yang ada di remote TV dapur. Sambil menunggu Ilus masak, kami sedikit ngobrol sambil mencari acara TV yang bagus, meskipun gak nemu nemu.
"Aaaaa, The Lord Of The Ring", ucap majid sambil menceritakan bahwa session ke 3 Film ini adalah session paling bagus diantara triloginya yang lain. Alhasil kami menonton TV dan makan malam macaroni pasta buatan Ilus.
"Don't put it too much", ujarku sambil mencegah Majid menaburkannya terlalu banyak.
"It's nice..........", ucap Majid sambil memakan macaroni pasta dengan taburan Bon Cabe(Salah satu brand cabe kering) dengan level 15. Sebagai orang eropa, pastinya makanan pedas bukanlah hal yang biasa mereka makan, sehingga aku takut kalau dia sakit perut karenanya. Apalagi level 15! Aku gak tau pastinya sih sampai level berapa Bon Cabe ini. Tapi biasanya aku cuman beli yang level 4, baru kali ini yang level 15! Kebayang kan betapa pedasnya di mulut?
Di dapur saat makan macaroni pasta
"It will be nice at first, but you'll get burned at your mouth!", ucapku. Memang pertama kali tidak berasa pedas, tetapi setelah selesai makan barulah berasa.
"OOohhhh goodddddddd, so spicy!", ujar Majid. Ya kaan, udah dibilangin sih! Kepedesan kan jadinya! Walaupun aku agak panik, tapi ya udahlah ya. Anehnya dia cuman ambil minum aja. Setelah itu dia malah mengambil Bon Cabe lalu dituangkan ke tangannya dan dimakan mentah-mentah!
"What the hell are you doing, dude?", ucapku dalam hati. Ini orang aneh banget!
"In the cafe we can play table tennis, do you guys want to get there?", ucap majid sambil membersihkan piring yang telah ia pakai untuk makan.
Kami berdua pun mengiyakan ajakan Majid, biarpun waktu itu sudah pukul 11 malam lebih. Sesampainya dibawah kami langsung menempatkan meja tenis ke tempat yang lebih terang. Disitu memang sudah dimatikan lampunya, tetapi masih ada beberapa mahasiswa yang berkumpul hanya sekedar ngobrol maupun memesan kopi aja. Lalu pertandingan dimulai. Kami pun bermain tenis meja bergantian. Sebenernya aku berfikir, ini si Majid ga punya rasa capek apa ya? Kemaren tengah malem ngajakin main bola, sekarang ngajakin tenis meja! Aku yang sudah capek dan kewalahan pun memang harus mengakui kelihaian Majid dalam bermain tenis meja. Padahal kan gelap, dia masih bisa aja nangkis bola!
Tenis tengah malam
Akhirnya setelah hampir satu jam kami bermain, kami sudah lelah dan mengakhiri permainan kami.
"See you........"
Amsterdam, 22 Juli 2015
15:55
0 komentar