Undangan dinner di Amsterdam Museum
15.58
“ Tomorrow we will celebrate
your presence in Amsterdam at the lovely Amsterdam
Museum! The museum in located in the heart of the city, at Kalverstraat
92. The event will start at 18pm. Here you will find public
transport directions from VU University to the museum. For more information
please find the invitation attached.”
Undangan
Itulah email yang masuk pada malam-malam itu. Itu adalah
invitation bagi peserta Summer School di VU University. Pengundangnya adalah dari
Summer School Amsterdam University. Setelah baca semua email maka aku dan Majid
berencana datang karena kami akan mendapatkan free Dinner. Dan pastinya akan
dapat berkumpul dengan semua peserta Amsterdam Summer School yang mengikuti
semua course.
Sebelumnya Majid sedang ada Excursion ke Maritime Museum,
jadi kami sudah membuat appoinment untuk bertemu disana. Karena belum tahu
letak Amsterdam Museum, maka aku sendiri masih banyak bertanya-tanya kepada
orang-orang sekitar. Alhamdulilah memang di Amsterdam ini banyak sekali orang-orang
helpful! Mereka dengan ramah membantu orang lain.
Tidak terlihat seperti museum pada awalnya karena gedungnya
pun mirip-mirip. Namun setelah sedikit masuk gang barulah ada tulisan Amsterdam
Museum. Disitu ada seorang penjaga, karena memang seharusnya Museum sudah tutup
untuk pengunjung umum, itu jam 6 sore. Dengan badan tinggi besar dan tegap
serta berambut plontos itu berjaga.
“Excuse me….”, itulah kata-kata yang terlontar kepada
siapapun di Amsterdam, mungkin itu salah satu culture yang memang harus dibawa
kemana-mana apabila kita meminta tolong kepada orang lain.
“I am a student of Amsterdam Summer School, I got the
invitation regarding Amsterdam Summer School Dinner in Amsterdam Museum Restaurant.”,
tanyaku kepada penjaga itu.
“You are in the right way sir, just walk straight for 20
meters and go to left over there”, jawabnya sambil menunjukan jalan untuk masuk
ke restaurant nya. Orang sebesar itu ternyata sangat sopan pikirku.
Ternyata ruangannya di outdoor, sehingga disitu banyak
sekali kursi yang sudah disediakan serta minuman yang bisa memilih. Karena
didepan pintu hanya terdapat satu stand untuk minuman lalu aku bertanya.
Tempat dinner
Hannes-Ceu pon
“Excuse me, I want a glass of cola”, ujarku sambil menunjuk gelas berkaki
diatas nampan yang sedang dipegangnya itu.
“I am sorry sir, if you don’t mind you can take a cola over
there. This is a red wine”, ucapnya pemuda pembawa minuman itu dengan penuh
sopan santun.
“Oh, oke. Danke wel”, ucapku.
Untung aja tadi gak ngambil sendiri di meja, ternyata itu
red wine. Bukan cola.
Karena sudah banyak sekali orang yang datang, akhirnya aku
memutuskan mencari Majid dulu. Sambil berjalan beberapa meter mataku menyusuri
setiap tempat duduk yang ada. Seperti yang udah disampaikan sebelumnya bahwa
kami tidak punya SIM card disini, jadi kami tidak bisa saling contact. Jadilah
kami hanya mencari dengan mata kepala sendiri, tanpa bantuan teknologi canggih
yang kami bawa kemanapun itu.
Lokasi dinner
Orang-orang baru datang
“Hai….”, ucap Majid di kejauhan. Ternyata dia sudah duduk
dengan teman-teman sekelasnya disana, setelah aku hampiri, dia sudah
mempersiapkan kursi kosong untukku disebelahnya.
“Waaah, Thank you so much bro!”, ucapku.
Meja pertama
Meja pertama
Mendengarkan pengumuman
Riuhnya dinner waktu itu
Setelah mengobrol dan foto-foto selfie, aku melihat
seseorang yang selalu mengenakan kacamata hitam dengan wajah asia timur. Sedang
bingung mencari seseorang.
“Weiiimoooooo!!!!”, teriakku sambil berdiri.
Seperti biasa, dia sendiri. Dia memang kemana-mana sendiri. Mungkin
hidup pun sendiri. Dan mungkin juga jomblo juga kok! #ehhhh
Akhirnya si Weimo yang sangat introvert itu bergabung dengan
kami, Weimo memang cukup pendiam jadi ya dia hanya mendengarkan kami ngobrol
saja. Disitu ada sekitar 10 orang dalam meja kami, namun yang aku kenal dekat
hanya Majid, Weimo, Ceu pon dan satu lagi orang india yang sangat susah sekali
dihafal namanya! Aku sudah bertanya namanya berkali-kali tapi tetap saja tidak
hafal! Haaaa, setelah melihat group wasapp namanya Phrashant!
Akhirnya setelah setengah jam kami haus, dan aku harus
mengantri minuman. Karena aku dan Majid adalah muslim maka cola merupakan
pilihan terbaik bagi kami. Karena hampir semua minum beer atau white wine atau
red wine. Bahkan Weimo yang sepolos itupun dia minum beer!
Saat jalan menuju stand, yang sedang antri panjang bagaikan
antri sembako itu tiba-tiba ada suara.
“Taufik…….”
“Taufikkk………..”, teriakan Chris. Iya, Chris professorku! Serta teriakan Lijn yang juga professorku!
Awalnya akupun tidak sadar karena riuhnya acara itu, mereka
sangat ramah menyambutku. Ternyata disitu sudah ada teman-temanku juga yaitu Chan
Cho Kwan, Jessica, dan Keith! Waaah, teman gangku!
Chris dan Lijn langsung berjalan mencari kursi untukku,
karena kursi di mejanya sudah penuh. Lijn yang mencari sampai jarak 10 meteran
ternyata semua kursi penuh. Dan akhirnya entah dari mana Chris menggotong kursi
itu diatas kepalanya sambil senyum sumringah dan menematkan kursi itu di space
yang kosong.
Ya Tuhan, baik banget ini professor! Dia gak gengsi untuk
mengambilkan kursi untukku, malahan digotong gitu kursinya! Bersyukur banget
punya dosen deket seperti ini.
Lalu aku bilang kepada Majid bahwa mereka adalah
professorku, meskipun ia agak kaget karena kelakuan professorku itu akhirnya
Majid mengambil minuman sendiri. Setelah aku duduk pun Lijn menawarkan minuman
apa yang mau aku minum. Dan aku bilang Cola. Lijn pun ikut antrian yang
mengular itu, men! Demi segelas cola untukku. So Sweet dosen-dosenku ini.
Beruntung sekali ya gueh!
"Haiii Evaaa..............", sapa Lijn sambil melambaikan tangan kepada seseorang wanita yang memegang kamera itu, sepertinya dia bagian divisi dokumentasi dari acara ini.
"Haiiiiii Lijjnnnnnnn, nice to meet you here.......", lalu mereka bercakap-cakap. Karena akupun berada disebelah Lijn, maka wanita itu bersambut.
"Haiiiiii......I am Eva", ucapnya.
"Haiiii........I am Taufik", jawabku.
"Wait-wait, you are Indonesia right? You are the winner of competition that organized by NESO Indonesia?", tanyanya dengan penuh ingin tahu.
"Yes, I am. Are you Eva Jansen?", tanyaku kembali dengan penuh ingin tahu juga sambil terkekeh.
"Yes, I am.", jawabnya dengan muka penuh bahagia.
Eva Jansen adalah seorang yang aku contact untuk ditanyai berbagai pertanyaan saat sebelum keberangkatan ke Amsterdam. Contact Eva Jansen pun diberikan oleh mbak Rosa. Akhirnya, bisa ketemu dia juga yang sangat membantu persiapanku sebelum keberangkatan ke Belanda, diapun sangat ramah dan kelihatan senang sekali bertemu denganku. Ternyata benar, dia memfoto semua moment kita di acara ini. Aku dan Eva pun ngobrol panjang lebar, Eva dulunya pernag tinggal di Indonesia tepatnya di Lombok selama sebulan disana. Dia menceritakan betapa indahnya pulau lombok itu, serta keramahtamahan warga lombok dan kuliner yang ia ceritakan bahkan membuatku ingin ke lombok. Aku sendiri belum pernah ke lombok, tetapi cerita teman-temanku serta foto-foto yang bertebaran di Instagram mengenai Lombok memanglah seperti surga dunia. Dia pun mengatakan bahwa ia ingin sekali mengunjungi Lombok, bahkan ia ingin tinggal di Lombok. Setelah ngobrol panjang lebar, dia lalu ingat tentang tugasnya untuk mendokumentasikan acara kembali.
"See you Taufik, really nice to meet you!", ucapnya sambil mengerlingkan mata ala warga belanda. Ia pun langsung pergi untuk melanjutkan tugasnya.
Meja kedua(Keith sadar kamera)
Chan cho kwan-Chris-Weimo-Keith
Obrolan kami
Obrolan kami
"Haiii Evaaa..............", sapa Lijn sambil melambaikan tangan kepada seseorang wanita yang memegang kamera itu, sepertinya dia bagian divisi dokumentasi dari acara ini.
"Haiiiiii Lijjnnnnnnn, nice to meet you here.......", lalu mereka bercakap-cakap. Karena akupun berada disebelah Lijn, maka wanita itu bersambut.
"Haiiiiii......I am Eva", ucapnya.
"Haiiii........I am Taufik", jawabku.
"Wait-wait, you are Indonesia right? You are the winner of competition that organized by NESO Indonesia?", tanyanya dengan penuh ingin tahu.
"Yes, I am. Are you Eva Jansen?", tanyaku kembali dengan penuh ingin tahu juga sambil terkekeh.
"Yes, I am.", jawabnya dengan muka penuh bahagia.
Eva Jansen adalah seorang yang aku contact untuk ditanyai berbagai pertanyaan saat sebelum keberangkatan ke Amsterdam. Contact Eva Jansen pun diberikan oleh mbak Rosa. Akhirnya, bisa ketemu dia juga yang sangat membantu persiapanku sebelum keberangkatan ke Belanda, diapun sangat ramah dan kelihatan senang sekali bertemu denganku. Ternyata benar, dia memfoto semua moment kita di acara ini. Aku dan Eva pun ngobrol panjang lebar, Eva dulunya pernag tinggal di Indonesia tepatnya di Lombok selama sebulan disana. Dia menceritakan betapa indahnya pulau lombok itu, serta keramahtamahan warga lombok dan kuliner yang ia ceritakan bahkan membuatku ingin ke lombok. Aku sendiri belum pernah ke lombok, tetapi cerita teman-temanku serta foto-foto yang bertebaran di Instagram mengenai Lombok memanglah seperti surga dunia. Dia pun mengatakan bahwa ia ingin sekali mengunjungi Lombok, bahkan ia ingin tinggal di Lombok. Setelah ngobrol panjang lebar, dia lalu ingat tentang tugasnya untuk mendokumentasikan acara kembali.
"See you Taufik, really nice to meet you!", ucapnya sambil mengerlingkan mata ala warga belanda. Ia pun langsung pergi untuk melanjutkan tugasnya.
Pembicaraan dengan mereka berlima sampai melupakan bahwa
kami harus mengambil makanan. Hingga akhirnya kami terlewat 2 sesi makanan,
lalu untuk sesi ketiga pun aku mendatangi mas-mas yang mengantar makanan
katanya sedang memasak kentang goreng. Beberapa menit kemudian sebelum semua
orang menyerbu ke pintu restoran, akupun segera bergegas kesana.
“Is it for us?”, tanyaku kepada mbak-mbak yang membawa
nampan diatasnya tanpa menggunakan baju seragam.
“Yeeahhh, for sure!”, ucapnya.
Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil empat cup kentang
goreng.
Bahkan ada yang nyeletuk, “I think that will be too much for
you, men!”.
Biar aja pikirku, kan ini buat temen-temenku.
Belum juga duduk mereka sudah teriak.
“Ooooooh Tauuufiiiiiiikkk,,, Yoouuuuu areee our herooooooo”,
sambil menyanjung-nyanjung dengan muka-muka manja.
Chris pun nyeletuk sambil tersenyum, “You are so Indonesian,
fik!”.
Senangnya punya teman dan dosen seperti mereka, bahkan dosen
pun sudah seperti teman sendiri.
Pembicaraan kami memang cukup sensitif dibidang kemanusiaan
yaitu Responsibility.
“Responsibility needs a willingness to get there. In New
York, if you left your wallet 10 minutes, it will be lost afterall but if you
are lucky enough, your wallet will come to your home and there is a message
inside the wallet ‘Thank you for your money!’. But in Osaka, you lost your
wallet in a day and come to find out again, you’ll get your wallet without
losing anything.”
“We are sure really love this city just about freedom. I don’t
think so if the highness of tolerance here successfully bring a peaceful places
for us, for tourists and for citizens”
Lalu setelah panjang sekali obrolan kami yang tidak mungkin
aku sebutkan satu-persatu lalu Chris bertanya, “Fik, what are you studying now?”.
“Computer Science!”, jawabku sambil menerima sorakan dari
mereka, sorakan berbentuk positif pastinya.
Akupun tidak tahu kenapa mereka menjawab seperti itu.
Mungkin Computer Science dimata mereka bakal seperti Mark Zuckerberg Foundernya
Facebook yang menjadi milyarder itu. Padahal itu kan satu dari sekian persen,
tetapi aku aminkan doa mereka. Amiiiiiiinnnnn………………
Dan sekarang aku baru tahu bahwa Keith dia mengambil jurusan
yang berhubungan dengan International History, di Columbia University. Gila! Ngebayangin
aja kayak cinta laura yang secerdas itu namun versi cowok.
Weimo yang ternyata anak Hukum. Anak hukum? Orang sepolos
dia anak Hukum? Masih gak percaya sih. Tapi memang kenyataanya begitu! Semoga
aku bisa menemukan anak Hukum UI sepolos dia! Bahkan akupun sekosan di depok
yang mayoritas anak Hukum, and I know them so well!
Chan Cho Kwan adalah anak Ecology. Ya harusnya dia gak
kuliah di Hongkong, tapi di Indonesia! Banyak hutan yang perlu di eksplor.
Dan yang terakhir Jessica yang dia mengambil jurusan
Japanese literature. Bahkan orang amerika ini saja sangat tertarik dengan
Japan, kamu?
Ternyata, setelah kami terlalu asyik mengobrol jam
menunjukan pukul 09.15 yang berarti semua orang sudah bubar satu-persatu. Malam
yang indah dengan mereka.
Akhirnya kamipun berpisah satu-persatu. Lalu aku mencari
sesosok orang berwajah pakistan, ternyata dia masih menungguku berdiri diatas
meja untuk minum.
“Why are you guys still staying here?”, tanyaku. Karena
sudah bubar semua orang.
“Majid was looking for you since a half hour ago! He was
calling your name twice”, ucap Ceu pon sambil terkekeh.
Baik banget sih mereka, nungguin aku sampe selesai. Padahal
kan tadi mereka aku tinggal, aku memilih semeja dengan profesorku daripada dengan
mereka. Karena gak enak dengan Chris sebenernya. Baik banget you guys!
“Sorry guys for making you waiting here.”, ucapku.
“It’s okay”, jawab mereka sambil mencari jalan pulang.
Seperti biasa, Weimo ikut dengan kami meskipun akhirnya
berpisah karena dia ingin eksplor lebih lama di kota.
Amsterdam, 26 Jul 2015.
11:04
Amsterdam, 26 Jul 2015.
11:04
0 komentar