Perkuliahan di Vrije Universiteit Amsterdam
02.30
Kesan pertama pada kampus ini adalah bagus dan bersih, serta
nyaman. Semua gedung memang modern yang berisi fasilitas yang sangat lengkap,
apalagi kebetulan course ku berada di Main Building.
Lobby kampus
Tempat depan bookstore kampus
Ruangan kelas
Main building Amsterdam Vrije University
Taman belakang Main building
Taman
Gedung lain
Main building dari belakang
Ruangan kelas
Kelas kami
Koridor di depan kelas
Pemandangan di depan kampus
Depan main hall
Halte Boolelaan
Hari pertama kuliah kami tidak tahu dimana ruangan kami. Aku
dan Majid menelusuri satu persatu untuk mencari International Office untuk
menanyakan ruangan kami masing-masing. Dan ternyata Majid berada di gedung yang
berbeda denganku. Karena waktu itu sudah pukul 9 maka Majid yang ingin
mengantarku mencari ruangan pun dengan paksa aku cegah karena perkuliahan sudah
mau dimulai. Dan sebelumnya kami sudah menemukan ruangan Majid yang mengambil
Course Enterpreneurship. Lalu secara tidak sengaja aku bertemu dua orang perempuan
yang sedang kebingungan mencari ruangan juga. Dan ternyata mereka berdua
mengambil course yang sama denganku yaitu Discover (the) Dutch: Dutch Language
and Culture.
Sambil tergopoh-gopoh kami berjalan mencari gedung lain,
yaitu main building. Selain itu kami sambil ngobrol menggerutu karena sudah
pukul 9 AM namun belum menemukan kelas kami. Aksen Amerika yang mereka ucapkan
pun sangat kentara, dan wajah mereka pastinya. Saat di jalan kami sambil
memperkenalkan diri dalam keadaan terengah-engah.
“Haaai, I am courtney”
“Haiii, I am Lydia”
“Haiii all, I am Taufik”
“Where do you come from, Taufik?”, tanya Courtney sambil
mencari-cari jalan menuju Main Building.
“Wooooww, from Indonesia”, itu ajasih jawabannya karena kami
sibuk mencari ruangan kelas.
Akhirnya setelah kami menemukan kelas kami yang berada di
lantai 13, tetapi liftnya tidak bisa dibuka pada lantai 13. Jadinya kami turun
di lantai 14 lalu turun satu lantai menggunakan tangga.
Hampir semua mahasiswa sudah datang ternyata, berjumlah 17
orang saat itu. Kami pun disuruh memperkenalkan diri dan menyebutkan semua
teman kita satu-persatu. Mungkin itu salah satu trik paling efektif untuk
menghafal nama mahasiswa dan nama teman-teman baru. Terbukti kurang dari 30
menit kami sudah hafal nama rekan kelas kita semua. Awesome! Padahal biasanya
baru ketemu satu orang lalu kenalan terus langsung lupa siapa namanya.
Kuliah berlangsung
Ternyata masih ada satu mahasiswa lagi yang akan datang pada
hari ketiga karena bermasalah dengan visanya. Sehingga jumlah semua 18 orang. Dan
sebagai informasi bahwa 10 dari mereka adalah orang Amerika. Selain amerika ada
yang dari India, Syria, China dan Indonesia yaitu cuman akulah seorang. Oh ya,
untuk summer seperti sekarang ini orang-orang berpakaian yang kurang bahan. Apalagi
mereka yang dari negara-negara nya sudah terbiasa seperti itu.
Dosen yang mengajarkan kami bahasa pun bernama Chris, dia
sangat senang sekali mengobrol denganku. Dan sering sekali ia mention
“Indonesia” atau “Nasi Goreng” atau yang lainnya. Di Belanda, kami sangat dekat
dengan Dosen kami, bahkan seperti teman sendiri. Ternyata Chris dulu pernah
tinggal sekitar 1 bulan di Indonesia, di daerah Pondok Indah. Chris sering
menawarkan kami coffe menggunakan ID cardnya. Jadi disana terdapat Vending
Machine gratis bagi pemilik ID Card campus. Ya jadinya aku sering-sering minta
ke Chris untuk mendapatkan segelas Hot Chocolate!
Setelah kelas Chris lalu ada kelas Dutch Culture, Win adalah dosennya yang membahas
tentang “Golden Time” nya Belanda dulu. Terlihat slide di depan ada foto sebuah
buku yang bergambarkan Tiga orang pangeran. Namun mereka tidak menggunakan
kostum blonde yang orang bayangkan. Mereka menggunakan Beskap(Pakaian
tradisional Jawa untuk lelaki) lengkap dengan kostum ala Pangeran Jawa. Ternyata
didalam buku itu membahas Collonialization nya terhadap Indonesia.
Seketika satu kelas menatapku.
Chan cho kwan yang berasal dari Hongkong pun langsung
bertanya.
“Is Indonesia one of the part of under Netherland
collonialization?”, sambil memperlihatkan muka yang kaget sambil
terheran-heran. Muka yang serius itu terlihat sambil mendekatkan wajahnya di
dekatku.
“Yes, it is. I know you’ll be surprised at a moment because
Indonesia is under Netherland collonialization around 300 years”, ujarku
menjelaskan. Biarpun kita dijajah Belanda 300 tahun, tapi aku masih hidup layak
kok di Indonesia!
====
“Kriiiiiiiiinnnggggggggggggg”, pukul 6 pagi alarmku
berdering. Sambil membereskan kamar tidur, aku sambil berpikir apa saja yang
perlu aku masak untuk lunch hari ini.
Perbandingan apabila membeli makan di restoran dengan masak
sendiri sangatlah berbeda jauh. Pastinya aku setiap hari masak, biarpun gak
bisa masak sih tapi kan demi menekan pengeluaran. Seperti misalnya nasi instant
yang seharga 2 koma sekian Euro berisi 4 bungkus. Ayam mentah dengan 2 potong paha
atas dan 2 potong paha bawah yang sudah dibumbui seharga 2 Euro. Apabila sekali
makan di restoran kemungkinan bisa menghabiskan paling tidak 5-7 Euro. Atau
telor yang isinya 10 buah berisi 1 euro. Jadi kalau masak sendiri, hemat kan? Kita
harus pintar-pintar mengatur keuangan supaya bisa dialihkan ke pengeluaran yang
lain nantinya!
Seperti biasa untuk sarapan aku cukup makan roti+lekker
dengan Nutella. Setelah itu untuk lunch aku masak nasi+ayam goreng. Setelah
selesai masak, sarapan dan mandi lalu aku bergegas ke Halte Tram. Sudah pukul 8
ternyata. Kartu tram yang aku miliki akan expired pada pukul 9, maka dari itu aku
segera naik tram agar sampai ditempat tujuan kurang dari jam 9.
Meskipun janji untuk Museum Visit pukul 9:15 tetapi tidak
apa aku datang terlebih dahulu, jadi ongkos kan bisa hemat. Sebagai informasi
bahwa di Amsterdam tiket tram dihitung harian, per dua hari, atau per minggu. Karena
aku tidak memiliki OV Chipcart, yang katanya jauh lebih murah.
Sesampainya disana aku mencari tempat paling enak untuk merasakan
sinar matahari. Akhirnya tepat di depan Museum aku singgah.
“Haiii lousa!”, ucapku kepada wanita diseberang jalan. Sekitar
pukul 09:10 kami ngobrol sambil mencari dosen kami yang mengajar sejarah Dutch.
Wanita Amerika satu ini memang cukup pendiam, tidak seperti teman-temanku
Amerika lainnya yang sangat talkactive
apabila bertemu denganku.
Rijk Museum
Buku Negeri Van Oranje
Main hall Rijk Museum
Information Center Rijk Museum
Gate
Interior Architecture
Guidance
Interior Rijk Museum
Hari ini adalah matakuliah Dutch Culture yang mengharuskan
kami untuk Museum Visit. Satu kelas diwajibkan untuk datang ke Rijk Museum
untuk diberikan penjelasan mengenai history Netherland dari abad 17 hingga abad
20.
Setelah berkumpul semua pun akhirnya si Keith, mahasiswa
Columbia University ini langsung berkata
“Let’s make a group!”. Kami memang dikelas dekat satu sama
lain, tidak berbeda dengan mahasiswa Indonesia yang suka membagi kelompok
sendiri-sendiri saat mereka berada di kampus. Kami yang terdiri dari Keith, Jessica,
Chan Cho Kwan, Weymo dan Aku pun langsung mendekat satu sama lain sambil
mempersiapkan diri untuk menitipkan tas kami di loker penitipan. Tetapi tidak
dengan Weymo, yang masih dalam perjalanan menuju Rijk Museum.
Wim sebagai dosen Dutch Culture pun sangat detail dalam
menjelaskan satu persatu peninggalan yang ada disana. Di Rijk Museum terbagi
atas 4 lantai yang masing-masing merupakan cerminan dari 4 abad yaitu:
1.
Lantai Dasar: berisikan benda koleksi pada tahun
1100-1600.
2.
Lantai Satu: berisikan benda koleksi pada tahun
1700-1900.
3.
Lantai Dua: berisikan benda koleksi pada tahun
1600-1700.
4.
Lantai Tiga: berisikan benda koleksi pada tahun
1950-2000.
Karena katanya Belanda mengalami masa keemasannya pada tahun
abad 17, maka kami hanya berkunjung di lantai satu. Peninggalan-peninggalan
yang paling menarik yaitu lukisan-lukisan yang ada disana.
Wim berkata “We all know that we can find so many talented
painter in Spain or France, but Dutch picturized everything as close as people’s
life”, sambil menunjuk salah satu lukisan yang berisi seseorang didalam rumah
dengan seekor anjing yang sedang bermain di halaman rumah. Kelebihan yang
dimiliki pelukis Belanda adalah membuat semua yang digambar adalah kehidupan
manusia biasa yang sangat dekat dengan perkebunan, serta hewan peliharaannya. Tidak
seperti lukisan dari negara lain yang cenderung untuk menggambar kemewahan duniawi
saja, misalnya menggambar gedung kerajaan dari kejauhan.
Selain itu banyak sekali kontroversi-kontroversi yang
tergambar pada beberapa lukisan yang menjelaskan hukuman mati kepada orang yang
mungkin tidak menyukai atau membenci rajanya waktu itu.
Museum ini merupakan salah satu museum besar di Amsterdam, kebersihan
serta kerapiannya pun sangat dijaga. Berikut koleksi dan desain interior dari museum
ini.
Setelah capek mengelilingi Museum selama 2 jam akhirnya kami pun mencuri kesempatan foto di depan tulisan I Amsterdam, tetapi sayangnya sedang banyak turis sehingga kami membatalkan rencana kami. Sambil berjalan kami melihat sebuah kursi yang bertuliskan I Amsterdam dan akhirnya kami foto disini.
"Jess, we need to take a picture together in the front of this sofa. I will ask somebody to take picture of us!", ucapku.
"Really?", ucap jessica dengan muka senang berseri-seri.
"Excuse me, would you mind to take picture of us?", pintaku kepada mbak-mbak berwajah Amerika latin yang sedang memfotokan temannya di depan kursi itu.
"Of course!", jawabnya.
Setelah tidak ada aba-aba sama sekali, kami bingung.
"Has she taken our picture, fik?", tanya jessica sambil bertanya kebingungan.
"I am not sure!", jawabku. Ternyata sudah selesai sesi pemotretan yang tidak ada persiapan sama sekali itu. Terlihat Weimo dan Wan Cho Chan yang masih belum siap. Tapi, our mission was accomplished!
Taufik-Weimo-Wan Cho Chan-Keith-Jessica
Lalu kita mencari restoran yang paling dekat, semua orang sedang sibuk memesan makanan dan aku sendiri duduk di kursi.
"Don't you get something to eat?", tanya Keith sambil antri di salah satu restoran hamburger.
"No, I don't", ucapku.
"I bring my own food, I cooked it this morning", ucapku menambahkan kembali.
Setelah kami selesai makan lalu Jessica berkata "Someday, we must be cooking together in one's kitchen! Before we all are leaving Amsterdam".
Sedih banget mendengar hal tersebut. People come and go.
"See you!!!!!!!!!", ucap kami serentak mencari jalur tram kami masing-masing.
Amsterdam, 23 Juli 2015.
21:29
5 komentar
Wah, seru ya,,kirain summer courses cuman ad di Utrecht, trnyata di bbrapa universitas lain ad yg buka juga ya, semoga bisa mendapatkan pngalaman yg sama suatu saat nanti,,hhe.. :)
BalasHapusHallo Yohanes.
HapusDi Amsterdam dibuka beberapa summer school juga kok, bisa dilihat disini: http://www.studyabroadinamsterdam.nl/en/summerschool/index.asp.
Dan pastinya disini seru banget!
Pasti, good luck buat kamu supaya bisa mendapatkan pengalaman yang sama denganku nantinya :)
Cerita yang seru dan menarik untuk anak sma yang ingin mendapatkan short course Dan beasiswa.... Dankuwell mas taufik
BalasHapusHallo Mas Firdaus,
HapusTerima kasih, Mas.
Betul sekali, selain anak SMA juga mahasiswa bisa mendapatkannya. Sebagai informasi bahwa saya mendapatkan beasiswa disaat saya duduk dibangku mahasiswa. Pengalaman yang didapat pasti akan banyak sekali saat mengikuti short course di luar negeri.
Mas taufik salam kenal, saya ingin sekali kuliah di VU ditahun 2018 mendatang untuk program master, bisa kah mas memberikan tips atau sharing soal study disana, saya sangat membutuhkan informasi tersebut. Terima kasih.
BalasHapus