Munchen is calling.
16.28
Pagi itu kamar berantakan. Kertas hasil dokumen-dokumen
penting pun berserakan. Sambil membuka semua file di Folder untuk ditandai –finished.doc
setelah selesai dicetak. Di sebelahnya terdapat sebuah koper yang sudah diisi beberapa
potong baju dengan menggunakan teknik melipat ala backpacker, tidak lain tidak
bukan memang untuk menghemat ruang. Lima bungkus Indomie, 2 Popmie serta BonCabe
tak luput dari cengkraman sang koper. Demi survive di negeri orang, tak apa toh?
Menyedihkan memang menjadi seorang yang konservatif sama makanan. Yang sangat
tidak mau untuk mencoba makanan yang baru. Bagaimana tidak, untuk tinggal di
negeri orang, mana mungkin ada warteg tersedia di pengkolan depan kampus?
“Worst case itu harus ditanggulangi”. Tiba-tiba terlintas di
pikiran tentang salah satu prinsip itu. Sebagai Solo Traveller yang akan
menjejakan kaki pertama kalinya di benua yang berisi dengan negara-negara maju,
menuntut persiapan ekstra. Beberapa dokumen maupun tiket langsung segera di
cetak double. Ya biar semua lebih well-planned
dan well-managed apabila terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan.
Satu-satunya the most
affordable transportation ke
airport dari Depok adalah Bus Hiba Utama. Cukup mengeluarkan 1 lembar uang
rupiah berwarna biru(dan wangi yang menggoda) sudah bisa menikmati dinginnya AC
dengan kursi empuk sambil mengantarkan kita ke Airport.
Sesampainya di Terminal 2D, baru masuk pintu pertama seperti
melihat seseorang yang tidak asing yang tadi pagi-pagi telepon cuma buat nanya
“Mau dianterin ga?”, dan seperti biasa, tolakan berpihak kepadanya. Ternyata,
nekat juga ini anak. Dengan muka kucel yang entah kenapa, dia sambil
menyodorkan beberapa makanan untuk dibawa. Pasti dibawa. Setelah itu,
perpisahan.
================================Loading================èAmsterdam======èMunchen.
“Muncheeeeeenn!!!!!!!!!!!!!!!!” Teriakan dalam hati. Setelah
penjemputan akhirnya pergi ke sebuah café di daerah Technische Universität
München, sebuah Universitas Teknik nomor wahid di Germany. Tenang, damai dan
sejahtera, pikirku kembali. Summer adalah waktu yang tepat untuk mencicipi hangatnya
matahari menyentuh kulit secara langsung. Terlebih saat itu pukul 02 PM yang matahari
sedang berada tepat di kepala kita. Di terik panas, meja bundar kecil dengan
dua kursi pun menjadi pilihan yang tepat, untuk tiga orang. Sambil menikmati cappuchino
serta sepotong roti berisi strawberry jam,
lalu lalang mahasiswa bersepeda terlihat seperti tidak memiliki beban. Sepeda
yang merupakan moda transportasi utama di kota ini memang sangatlah dekat
dengan kehidupan penduduknya. Kampus ternama tersebut memberikan aura teknik
yang sangat kental akan kekakuan, disiplin dan tepat. “You need to study here, you
will get the ambiance.”, ucapnya. Bersekolah di jurusan Computer Science memanglah
dekat dengan teknik, atau bahkan untuk di negara-negara eropa Computer Science biasa
disebut Informatics Engineering. Ya bagian dari teknik, bagian dari kampus ini
juga. Ia berkata bahwa saya cocok untuk melanjutkan study disini, sambil menyeruput
cappuchino hangat itu. "Sorry for my idealism, i will get out from my way anyway", gerutuku dalam hati.
Dari dalam Schiphol Airport saat menunggu pesawat ke Munchen,
Bus menuju ke pesawat Lufthansa
Pemandangan dari luar Airport Munich
Allianz Arena terlihat di jalan tol
Di perjalanan, melewati sebuah tol yang tidak crowded, tidak
seperti di Jakarta. Pemandangan dari dalam mobil pun disuguhkan berbagai macam pemandangan,
“Kota ini memang hijau”, gumamku dalam hati. Terlintas ada Allianz Arena yang
namanya cukup harum di berbagai belahan dunia itu, terpotret dengan tidak baik
dalam ponselku. “Harus kesana!”, ucapku lirih supaya tak terdengar oleh mereka.
Obrolan bahasa Deutschland yang memang tak pernah bisa dimengerti, memberikan
kesempatan untuk mencari aktifitas lain. Tak terasa mobil sudah berada di depan
sebuah apartemen di sebuah persimpangan yang dekat dengan jalur tram itu, Franz
Jozeph Strasse. Hanya kurang lebih 500 meter dari sini, terdapat sebuah alun-alun
kota dan pusat kota yang berisi Shopping Centrum yang konon baju-baju disana seharga
mobil di Indonesia. Selain itu, Ludwig Maximilian University Munich yang ternyata
adalah juga kampus nomor wahid di Germany berada di sebelah persimpangan dekat
dengan GisellaStrasse, ujung depan dari koridor apartemen ini.
Hari pertama, langsung menuju EnglischeGarten yang berada di
belakang Universiteit(kata orang Munich). Mungkin taman ini berukuran sama
dengan Hutan kampus Universitas Indonesia di depok, lengkap dengan danau nya
yang cukup luas. Sambil menikmati buah cherry yang dibeli di jalan menuju ke
pusat taman, terlihat ramai sekali mahasiswa yang sedang berjemur. “Pantaslah
mereka kalau di pantai berpakaian seperti itu”, ucapku. Di Indonesia tidaklah
lazim seseorang berjemur di bawah terik panasnya matahari hanya menggunakan bikini
atau celana renang saja, sekalipun di pantai.
“It was a reversed moment, I think”. Bahkan mereka yang
hanya berjemur di danau saja sudah berpakaian seperti ini.
Banyak restoran yang buka yang menyediakan banyak makanan
dan minuman. Restorannya pun sangat beragam pastinya. Ada yang di tengah taman,
ada yang di pinggir danau, bahkan ada di pinggir sungai yang konon airnya langsung
dari gunung Alpen. “You don’t need to know how cold this water is”, ucapnya
sambil menunjuk sungai kecil yang hanya beberapa gelintir orang saja yang
berani berendam ditempat itu. Berbagai macam atraksi yang di pertontonkan pun
sangat menarik, mulai dari musik yang menggema di belantara hutan mungil itu
serta Surfing.
“Are you crazy to do surfing in a river?”, tanyaku.
“Just let see it!”, ucapnya sambil berjalan mengarah sebuah sungai
yang memiliki arus yang deras.
“Dammit!” sambil lari kecil ke pinggiran sungai ini.
“How come?” kataku sambil menunjuk. Takjub memang, tapi sungai
dengan arus yang besar ini memang biasa digunakan untuk surfing atau hanya
latihan saja. Tetapi memang digunakan untuk Surfing
activities. Lengkap kostum mereka yang beberapa kali terlihat sangat
familiar ketika berjalan-jalan di pantai Kuta, Bali. Dan akhirnya tenggelam
dalam riuhnya summer di negara sub tropis ini.
Sepulangnya jalan-jalan, “I want to go there”, sambil
menunjuk sebuah gerbang raksasa khas eropa yang megah dengan ornamen khas
negara ini. Yang ternyata adalah sebuah Gate untuk masuk Universiteit. Dan letaknya
tepat di dekat pintu gerbang Englischegarten ini.
Hari kedua. Matahari bersinar terik, hari itu berencana
untuk menepati janji dengan seorang dari Amerika di sebuah tempat yang sangat
unik, Olympiapark. Setelah raket serta bola lengkap dengan topi serta kacamata
hitam, ayuhan sepeda beranjak menuju tempat yang telah dijanjikan sebelumnya. Sebuah
lapangan tenis yang terdiri sekitar belasan lapangan tersebut ternyata sudah
penuh terpesan, untuk lapangan yang terbaik. Dengan terpaksa maka harus memesan
lapangan yang kualitasnya katanya biasa saja, namun mungkin lapangan yang
mereka bilang biasa saja tersebut sangatlah berkualitas baik yang pernah saya
temui di Boyolali, tempat kelahiran dan tempat bertumbuh.
Sport is a cable for connecting people itu memang benar. Kawan
yang dulunya bersama bisa kembali akrab setelah melakukan sport, tenis adalah
salah satunya.
“Two cola please”, ucapnya diiringi dengan pelayan wanita
yang berada di depannya itu. Di belakang stadion Olympia, serta tepat di
sebelah Lapangan tenis yang kami pesan, untuk kedua kalinya hari ini.
Munchen, 18 Juli 2015
11:27
0 komentar